Ups and downs of a boy with a bicycle, and with frills knowledge and whatever it.

Saturday, March 14, 2009

Mencium Pa– –r

Jam’at, 6 Februari 2009, tepatnya sekitar pukul 07.30-08.00 WIB. Seperti biasa, saya mengikuti jadwal pelajaran sekolah yaitu mata pelajaran olahraga mulai jam masuk sekolah sampai sembilan puluh menit ke depan. Saat itu adalah hari untuk tes lompat jangkit. Lompat jangkit adalah adalah lompat yang terdiri dari: berlari – tolakan dengan kaki kiri – mendarat dengan kaki kiri – melangkah dengan kaki kanan lalu melompat dan mendarat dengan dua kaki pada bak pasir atau dengan tolakan awal kaki kanan dengan ragkaian yang sama.

Absensi saya pada tahun ini yaitu nomor dua setelah seorang wanita pada absensi pertama. Ketika itu ia melakukan lompat jangkit dengan baik, hanya saja ia sedikit terjatuh seperti orang yang sedang berlutut pada bak pasir. Tak lama setelah jarak dimana ia melompat diukur, segeralah saya berlari secepatnya untuk mendapat tolakan yang baik saat melompat nanti. Saat tiba pada garis dimana saya harus melakukan tolakan, saya mendapati kaki kiri sebagai tolakan, kemudian saya melompat dan bertumpu dengan kaki kiri, setelah itu saya sadar bahwa seharusnya kaki kanan saya yang harus menjadi tumpuan, namun kaki kiri saya telah terlanjur berada didepan kaki kanan saya sehingga reflek kaki kanan saya berusaha mendahului kaki kiri saya, namun kaki kanan saya tersangkut pada kaki kiri saya, maka...

Maka terdengarlah jeritan dari sebagian anak perempuan dan teriakan dari sebagian anak laki-laki karena melihat saya mencium sesuatu yang bukan untuk dicium, yaitu pasir, sebab saya terjatuh tepat di bak pasir dan tepat pula sebagian wajah saya langsung menghantam pasir.

Sesaat sebelum terjatuh saya sempat berpikir bahwa pasti saya akan terjatuh, sehingga saya pasrah saja ketika tubuh saya menghujam pasir. Ada teman saya yang berkomentar bahwa terjatuhnya saya ke pasir seperti terjatuhnya saya ke kasur (mungkin karena saya terlihat pasrah dan tidak melalukan sesuatu, tapi memang seperti itu keadaannya).

Sayapun bangun dari bak pasir dengan berlumuran pasir. Saya tidak merasa terluka karena hanya terasa panas pada kulit yang tergesek dengan pasir, namun ternyata saya mendapat luka yang cukup membuat saya meringis kecil karena perih. Sementara teman-teman segera memberi perhatiannya kepadaku (terima kasih).

Ya... itulah sedikit insiden yang membuat saya mencium pa--r... bukan pacar tapi pasir, he3x...

0 comments:

Post a Comment