Ketika perpustakaan sekolah saya membeli buku, saya melihat sebuah buku yang lumayan menarik bagi saya dengan judul “Menulis Itu Ibarat Ngomong” karya Septiawan Santana, buku itu terbit pada tahun 2007 oleh Kawan Pustaka di Jakarta. Mungkin, inilah salah satu alasan saya membangun blog. Ini dia isinya.
Dengan Menulis Kita Beruntung
Sabarti dkk. (1991) merincikan berbagai keuntungan yang hendak dicari orang dalam menulis.
Dengan menulis, kita mengenali kemempuan dan potensi diri. Kita menjadi tahu sampai dimana pengetahuan kita tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik tersebut kita terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang kadang tersimpan di alam bawah sadar.
Dengan menulis, kita mengembangkan berbagai gagawan. Kita coba menghubung-hubungkan atau membanding-bandingkan berbagai fkta secara sistematis dan logis – yang jarang dilakukan bila kita tidak menulis.
Dengan menulis, kita menyerap, mencari, dan menguasai informasi tentang topik yang hendak ditulis. Kegiatan menulis membawa seseorang untuk memperluas wawasan, memahami wacana teoritis, atau mengenai fakta-fakta dari sebuah (berbagai) peristiwa yang baisanya dilewatkan begitu saja.
Dengan menulis, kita mengorganisasikan gagasan secara sistematis. Ketika bercakap-cakap, kita kerap terjebak dengan upaya menjadi orang yang santun, tanpa lebihh jeli menalar, barbagai gagasan yang disampaikan orang, atau kita lontarkan. Percakapan kadang hanya membawa nafsu mencari “menang” dalam suasana debat kusir – yang panas atau (pura-pura “adem”. Percakapan juga kerap hanya berisi upaya mencari kesepakatan, tanpa kejelasan sistematik penalarannya, agar kita tidak disebut pemberang. Dengan menulis, semua itu diantaranya dapat dijauhi, atau sekurangnya tidak diikuti. Kita bhkan jadi dapat memahami dan menjelaskan sesuatu yang masih samar sebelumnya.
Dengan menulis, kita dapat menilai gagasan sendiri secara objektif. Saat menulis, kita dapat mengontrol segala pikiran dan gagasan, atau contekan sekalipun, yang telah dikeluarkan dikertas atau di layar komputer atau perkakas tulis lain. Setelah menilai ulang, milimal, kita dapat berseloroh dengan diri sendiri yang tidak, misalnya, sepersis fakta atau kejadian atau kenyataannya.
Dengan menulis, kita membiasakan diri untuk asyik menulsikan permasalahan secara tersurat, dan meluangakan kemudahan untuk memecahkan persoalan. Segala suratan tulis kita, biasanya, telah berupaya mengerangka persoalan (yang demikian ruwet atau demikian sederhana) menjadi seterang cahaya bulan purnama. Segala lekak-lekuk persoalan diuraikan. Dalam mengobrol, hal itu kerap terlewat, tanpa pengecekan ulang. Dalam menulis, semua hal itu berkemungkian besar dapat ditelusuri dimana hal, faktor, unsur, atau penyebeb duduk persoalan sebenarnya. Semuanya menjadi jelas, konkret, dan tinggal mencari jawabannya.
Dengan menlis, kita terdorong untuk belajar secara aktif. Menulis biasanya akan menelusuri permasalahan yang harus diformat, kemudian dicari berbagai permasalahannya, berikut pemecahannya. Ini mengharuskan kita mencari pemahaman melalui bacaan (dari yang berat sampai yang ringan), mendiskusikannya dengan orang-orang yang dianggap pantas, dan akhirnya menuangkannya dengan keaktifan seseorang yang igin tahu banyak tentang sebuah soal. Ada disiplin untuk memahami sebuah soal.
Dengan menulis, yang dilakukan secara terencana akan membaisakan diri untuk berpikir dan berbahasa secara tertib. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap tulisan harus disusun sedemikian rupa. Ide utama dan berbagai penjelasannya harus ditulis dengan jelas, dan mudah dipahami. Maka, tiap tulisan yang baik memiliki berberapa unsur yang harus dipenuhi. Unsur-unsur itu diantaranya ialah “pikiran, susunan/organisasi, penggunaan kata-kata, dan struktur kalimat yang jelas” (Morsey, 1976: 132; dalam Tarigan).
Dengan Menulis Kita Tidak Gagu
Kegiatan menulis mengakibatkan seseorang menjadi paham bagaimana berbahasa yang baik dan benar itu. Tidak lagi, misalnya berbahasa Indonesi yang sesuai EYD (Ejaan yang Disempurnakan) itu jadi sepersis barang terlarang, yang jauh panggang dari api, yang paham betul bahwa itu barang penting yang mesti dikuasai , tetapi begitu jauh letaknya dari kita punya kebiasaan berbahasa. Melalui menulis, kita mengembangkan kemampuan berbahasa dilakukan dengan beberapa cara.
Dalam menulis, kita jadi berupaya untuk mengusai / mengembangkan kosakata sebanyak-banyaknya.kosakata merupakan buah pemikiran sebuah masyarakat. Ia, secara bergilir, tumbuh berkembang menjadi saluran manusia terkomunikasi. Penguasaan kosakata amat penting sehingga akan menjasi alat, sekaligus kemampuan seseorang, untuk berkomunikasi secra enak san perlu. Semakin banyak seseorang menguasai kosakata, semakin terampil ia menyampaikan segala aspirasi perasaannya. Untuk itulah, ia harus banyak mengumpulkan kosakata di dalam kesadaran berkomunikasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak membaca, menggunakan kamus umum, menggunakan kamus sinonim, menggunakan kamus istilah, atau menggunakan permainan kata.
Dalam menulis, kita juga jadi terbiasa untuk mengembangkan penguasaan kaidah berbahasa. Kaidah berbahasa menjadi penting ketika seseorang hendak meluruskan pemikirannya, dan menyampaikannya. Seseorang akan menjadi gagu atau gagap, bila ia tidak memahami kaidah tata berbahasa. Ia akan kebingungan saat menyatakan, “lapar”, “marah”, atau gagasannya yang ia dapati dari membaca buku. Lewat kaidah, seseorang mendapatkan dirinya menjadi begitu santai, matap, dan tidak amburadul, di dalam berhubungan dengan orang lain. Kaidah berbahasa mengajarkannya untuk mengenal apa yang ingin disampaikan, apa kata kerja yang dapat menjelaskankejadiannya, dan apa tujuan dari apa yang hendak disampaikannya. Selain itu, seseorangpun menjadi paham betul, bagaimana menyampaikan berbagai keterangan atau rincian penting, yang perlu diketahi orang lain. Kemampuan itu dapat dipahami dengan cara mempelajari buku-buku tata bahasa, berlatih membentuk kata, berlatih membentuk frasa dan mengubahnya, berlatih menggunakan struktur kalimat dan mengembangkannya.
Dalam menulis, kita jadi berlatih untuk mengembangkan pengetahuan, dan menemukan gaya penyampaian yang paling cocok ketika mengeluarkan pikiran. Ini meripakan kemampuan lanjutan dari kemempuan berbahasa yang dimiki. Melali pengetahuan yang terus berakumulasi pada pencapaian kapasitas berbahasa yang baik, seseorang akan berhasil menemukan gaya penuturan dan penulisan yang dikenal orang lain. Gaya penyampaian ini menjadi sesuatu yang khas, dan dikenali sebagai seseuatu yang orisinal. Ia menjadi seseorang yang bahkan tahu persis dimana saat ia menekankan apa yang ingin disampaikannya, dan kapan waktu ia menghentikan uraianny. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pemahaman makna khusus dan makna umum, memahami perbandingkan nilai dan rasa, memahami makna kiasan dan makna-makna lugas, memahami perbandingan konfensional, memahami kata bersinonim dan berantonim, memahami makna kontekstual dan konseptual.
Dalam menuli, kita terus-menerus berupaya meningkatkan penalaran logika. Pnalaran menjadi akhir dari sebuah kemmpuan berbahasa. Melalui penalaran ini, seseorang memberikan pemaknaan tertentu pada tiap masalah yang hendak dikupasnya. Bayangkanlah bila seseorang hendak membeli barang, tetapi tidak mampu memikirkan apa saja yang harus dipilih dari sekian banyak barang yang mesti dibeli. Bagaimanakah jenis barang yang mesti dia pilih, bila ada banyak barang sejenis. Kemudian, apa dan bagaimana cara ia menjelaskan kepada pedagang yang dihadapinya saat menentuka barang yang mesti dipilih dan dibelinya. Dengan kemampuan yang terus-menerus diasah, ia akan terampil menjelaskan, menentukan dan memilih apa-apa yang haru dikemukakan. Dan terlebih penting, orang yang tengah menanti penjelasannya dapat menerima segala apa yang diutarakannya. Ia dinilai logis, tepat dan relean dalam mengeluarkan pesannya.
Dengan Menulis Kita Beruntung
Sabarti dkk. (1991) merincikan berbagai keuntungan yang hendak dicari orang dalam menulis.
Dengan menulis, kita mengenali kemempuan dan potensi diri. Kita menjadi tahu sampai dimana pengetahuan kita tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik tersebut kita terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang kadang tersimpan di alam bawah sadar.
Dengan menulis, kita mengembangkan berbagai gagawan. Kita coba menghubung-hubungkan atau membanding-bandingkan berbagai fkta secara sistematis dan logis – yang jarang dilakukan bila kita tidak menulis.
Dengan menulis, kita menyerap, mencari, dan menguasai informasi tentang topik yang hendak ditulis. Kegiatan menulis membawa seseorang untuk memperluas wawasan, memahami wacana teoritis, atau mengenai fakta-fakta dari sebuah (berbagai) peristiwa yang baisanya dilewatkan begitu saja.

Dengan menulis, kita mengorganisasikan gagasan secara sistematis. Ketika bercakap-cakap, kita kerap terjebak dengan upaya menjadi orang yang santun, tanpa lebihh jeli menalar, barbagai gagasan yang disampaikan orang, atau kita lontarkan. Percakapan kadang hanya membawa nafsu mencari “menang” dalam suasana debat kusir – yang panas atau (pura-pura “adem”. Percakapan juga kerap hanya berisi upaya mencari kesepakatan, tanpa kejelasan sistematik penalarannya, agar kita tidak disebut pemberang. Dengan menulis, semua itu diantaranya dapat dijauhi, atau sekurangnya tidak diikuti. Kita bhkan jadi dapat memahami dan menjelaskan sesuatu yang masih samar sebelumnya.
Dengan menulis, kita dapat menilai gagasan sendiri secara objektif. Saat menulis, kita dapat mengontrol segala pikiran dan gagasan, atau contekan sekalipun, yang telah dikeluarkan dikertas atau di layar komputer atau perkakas tulis lain. Setelah menilai ulang, milimal, kita dapat berseloroh dengan diri sendiri yang tidak, misalnya, sepersis fakta atau kejadian atau kenyataannya.
Dengan menulis, kita membiasakan diri untuk asyik menulsikan permasalahan secara tersurat, dan meluangakan kemudahan untuk memecahkan persoalan. Segala suratan tulis kita, biasanya, telah berupaya mengerangka persoalan (yang demikian ruwet atau demikian sederhana) menjadi seterang cahaya bulan purnama. Segala lekak-lekuk persoalan diuraikan. Dalam mengobrol, hal itu kerap terlewat, tanpa pengecekan ulang. Dalam menulis, semua hal itu berkemungkian besar dapat ditelusuri dimana hal, faktor, unsur, atau penyebeb duduk persoalan sebenarnya. Semuanya menjadi jelas, konkret, dan tinggal mencari jawabannya.
Dengan menlis, kita terdorong untuk belajar secara aktif. Menulis biasanya akan menelusuri permasalahan yang harus diformat, kemudian dicari berbagai permasalahannya, berikut pemecahannya. Ini mengharuskan kita mencari pemahaman melalui bacaan (dari yang berat sampai yang ringan), mendiskusikannya dengan orang-orang yang dianggap pantas, dan akhirnya menuangkannya dengan keaktifan seseorang yang igin tahu banyak tentang sebuah soal. Ada disiplin untuk memahami sebuah soal.
Dengan menulis, yang dilakukan secara terencana akan membaisakan diri untuk berpikir dan berbahasa secara tertib. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap tulisan harus disusun sedemikian rupa. Ide utama dan berbagai penjelasannya harus ditulis dengan jelas, dan mudah dipahami. Maka, tiap tulisan yang baik memiliki berberapa unsur yang harus dipenuhi. Unsur-unsur itu diantaranya ialah “pikiran, susunan/organisasi, penggunaan kata-kata, dan struktur kalimat yang jelas” (Morsey, 1976: 132; dalam Tarigan).
Dengan Menulis Kita Tidak Gagu
Kegiatan menulis mengakibatkan seseorang menjadi paham bagaimana berbahasa yang baik dan benar itu. Tidak lagi, misalnya berbahasa Indonesi yang sesuai EYD (Ejaan yang Disempurnakan) itu jadi sepersis barang terlarang, yang jauh panggang dari api, yang paham betul bahwa itu barang penting yang mesti dikuasai , tetapi begitu jauh letaknya dari kita punya kebiasaan berbahasa. Melalui menulis, kita mengembangkan kemampuan berbahasa dilakukan dengan beberapa cara.
Dalam menulis, kita jadi berupaya untuk mengusai / mengembangkan kosakata sebanyak-banyaknya.kosakata merupakan buah pemikiran sebuah masyarakat. Ia, secara bergilir, tumbuh berkembang menjadi saluran manusia terkomunikasi. Penguasaan kosakata amat penting sehingga akan menjasi alat, sekaligus kemampuan seseorang, untuk berkomunikasi secra enak san perlu. Semakin banyak seseorang menguasai kosakata, semakin terampil ia menyampaikan segala aspirasi perasaannya. Untuk itulah, ia harus banyak mengumpulkan kosakata di dalam kesadaran berkomunikasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak membaca, menggunakan kamus umum, menggunakan kamus sinonim, menggunakan kamus istilah, atau menggunakan permainan kata.
Dalam menulis, kita juga jadi terbiasa untuk mengembangkan penguasaan kaidah berbahasa. Kaidah berbahasa menjadi penting ketika seseorang hendak meluruskan pemikirannya, dan menyampaikannya. Seseorang akan menjadi gagu atau gagap, bila ia tidak memahami kaidah tata berbahasa. Ia akan kebingungan saat menyatakan, “lapar”, “marah”, atau gagasannya yang ia dapati dari membaca buku. Lewat kaidah, seseorang mendapatkan dirinya menjadi begitu santai, matap, dan tidak amburadul, di dalam berhubungan dengan orang lain. Kaidah berbahasa mengajarkannya untuk mengenal apa yang ingin disampaikan, apa kata kerja yang dapat menjelaskankejadiannya, dan apa tujuan dari apa yang hendak disampaikannya. Selain itu, seseorangpun menjadi paham betul, bagaimana menyampaikan berbagai keterangan atau rincian penting, yang perlu diketahi orang lain. Kemampuan itu dapat dipahami dengan cara mempelajari buku-buku tata bahasa, berlatih membentuk kata, berlatih membentuk frasa dan mengubahnya, berlatih menggunakan struktur kalimat dan mengembangkannya.
Dalam menulis, kita jadi berlatih untuk mengembangkan pengetahuan, dan menemukan gaya penyampaian yang paling cocok ketika mengeluarkan pikiran. Ini meripakan kemampuan lanjutan dari kemempuan berbahasa yang dimiki. Melali pengetahuan yang terus berakumulasi pada pencapaian kapasitas berbahasa yang baik, seseorang akan berhasil menemukan gaya penuturan dan penulisan yang dikenal orang lain. Gaya penyampaian ini menjadi sesuatu yang khas, dan dikenali sebagai seseuatu yang orisinal. Ia menjadi seseorang yang bahkan tahu persis dimana saat ia menekankan apa yang ingin disampaikannya, dan kapan waktu ia menghentikan uraianny. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pemahaman makna khusus dan makna umum, memahami perbandingkan nilai dan rasa, memahami makna kiasan dan makna-makna lugas, memahami perbandingan konfensional, memahami kata bersinonim dan berantonim, memahami makna kontekstual dan konseptual.
Dalam menuli, kita terus-menerus berupaya meningkatkan penalaran logika. Pnalaran menjadi akhir dari sebuah kemmpuan berbahasa. Melalui penalaran ini, seseorang memberikan pemaknaan tertentu pada tiap masalah yang hendak dikupasnya. Bayangkanlah bila seseorang hendak membeli barang, tetapi tidak mampu memikirkan apa saja yang harus dipilih dari sekian banyak barang yang mesti dibeli. Bagaimanakah jenis barang yang mesti dia pilih, bila ada banyak barang sejenis. Kemudian, apa dan bagaimana cara ia menjelaskan kepada pedagang yang dihadapinya saat menentuka barang yang mesti dipilih dan dibelinya. Dengan kemampuan yang terus-menerus diasah, ia akan terampil menjelaskan, menentukan dan memilih apa-apa yang haru dikemukakan. Dan terlebih penting, orang yang tengah menanti penjelasannya dapat menerima segala apa yang diutarakannya. Ia dinilai logis, tepat dan relean dalam mengeluarkan pesannya.
2 comments:
wow!!! san sekali posting isinya buanyak bin padet nih???
dengan menulis bisa jadi ajang pelepasan penat atau obyek curhat!!! lumayan kali kalo ada yg mau nerbitin...hehehehe!!!
wah lagi ada masalah ya zan...?!?! yah inget aja untuk selalu berpikir positif.....karena dalam sesuatu kejadian yang burukpun pasti ada "nilai" yang baik yang bisa kita ambil!!!
okeh zan tetap semangat ya!!!
Post a Comment